Minggu, 31 Oktober 2010

TEORI MASUKNYA ISLAM

Agama Islam pada akhirnya menyebar hingga ke Asia Tenggara dan Asia Timur. Hal ini terjadi akibat jalur perdagangan yang makin ramai, dengan dibukanya Bandar Hurmuz di Teluk Persia.
Indonesia sebagai salah satu wilayah yang memiliki banyak pelabuhan, merupakan salah satu tujuan para saudagar asing untuk memperoleh barang dagang yang laku di pasaran internasional, terutama rempah-rempah.

Beberapa Teori Mengenai Masuknya Islam ke Indonesia Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Menurut para sejarawan, teoriteori tentang kedatangan Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi:
a. Teori Mekah
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab.

Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal Indonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilainilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi. Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar perdagangan.

Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.

b. Teori Gujarat
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagain barat, berdekaran dengan Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke 7 Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia.

Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini dan disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India. Orangorang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di di depan namanya.

Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.

c. Teori Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi.

Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran.

d. Teori Cina
Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok telah berbaur dengan penduduk Indonesia—terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru berkembang. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.

Teori Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri (kronik) maupun lokal (babad dan hikayat), dapat diterima. Bahkan menurut sejumlah sumber lokat tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam).

Berdasarkan Sajarah Banten dan Hikayat Hasanuddin, nama dan gelar raja-raja Demak beserta leluhurnya ditulis dengan menggunakan istilah Cina, seperti “Cek Ko Po”, “Jin Bun”, “Cek Ban Cun”, “Cun Ceh”, serta “Cu-cu”. Nama-nama seperti “Munggul” dan “Moechoel” ditafsirkan merupakan kata lain dari Mongol, sebuah wilayah di utara Cina yang berbatasan dengan Rusia.

Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama-tama oleh para pelaut dan pedagang Cina.

Semua teori di atas masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam masing-masing teori tersebut. Meminjam istilah Azyumardi Azra, sesungguhnya kedatangan Islam ke Indonesia datang dalam kompleksitas; artinya tidak berasal dari satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam waktu yang bersamaan.

Label:

BUKTI AWAL PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

Proses penyebaran Islam di Indonesia datangnya bersamaan dengan kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh para pedagang muslim dari Asia Barat dan Asia Selatan menuju Asia Timur. Para pedagang muslim itu antara lain datang dari Arab, Persia, dan Gujarat. Karena letak Indonesia yang sangat strategis dalam jalur perdagangan internasional, menyebabkan para pedagang itu singgah sementara di Indonesia. Awalnya singgah sebentar, lama-kelamaan ada juga yang tinggal menetap dan berdirilah pemukiman-pemukiman muslim di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Dari sinilah timbul kontak dan sosialisasi dengan penduduk pribumi, sehingga mulailah proses penyebaran Islam.

Daerah di Indonesia yang pertama mendapat pengaruh Islam adalah daerah Indonesia bagian Barat. Daerah ini merupakan jalur perdagangan internasional, sehingga pengaruh dapat dengan cepat tumbuh di sana. Daerah pesisir itu nantinya menumbuhkan pusat-pusat kerajaan Islam seperti Samudera Pasai, Pidie, Aceh, Banten, Demak, Banjarmasin, Goa Makassar, Gresik, Tuban, Cirebon, Ternate dan Tidore sebagai pusat kerajaan Islam yang berada disekitar pesisir. Kota-kota pelabuhan seperti Jepara, Tuban, Gresik, Sedayu adalah kota-kota Islam di Pulau Jawa. Di Jawa Barat telah tumbuh kota-kota Islam seperti Cirebon, Jayakarta, dan Banten.

Bukti-bukti awal proses penyebaran agama Islam dapat kita temukan dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk tulisan, catatan perjalanan dari bangsa asing, maupun bukti-bukti fisik berupa batu nisan. Beberapa berita dari bangsa asing yang menunjukkan awal Islamisasi di Indonesia antara lain:
1. Hikayat Dinasti Tang di Cina. Hikayat ini mencatat, terdapat orangorang Ta Shih yang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho Ling yang diperintah oleh Ratu Sima (675 M) Ta Shih ditafsirkan
oleh para ahli yaitu bangsa Arab. Berdasarkan hikayat ini dapat disimpulkan bahwa Islam datang ke Indonesia bukan pada abad ke-12 M, melainkan pada abad ke-7 M dan berasal dari Arab langsung, bukan dari Gujarat India.

2. ‘Aja’ib Al Hind
, yaitu sebuah kitab yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar sekitar tahun 390 H/1000 M berbahasa Persia. Mencatat adanya kunjungan pedagang muslim ke kerajaan Zabaj. Setiap orang muslim, baik pendatang maupun lokal, ketika datang ke kerajaan ini harus bersila . Kitab ini mengisyaratkan adanya komunitas muslim lokal pada masa kerajaan Sriwijaya. Kata Zabaj diidentikan dengan kata Sriwijaya.

3. Marcopolo seorang pedagang dari Vene ia yang melakukan perjalanan pulang dari Cina menuju Persia, sempat singgah di Perlak pada tahun 1292. Menurutnya, Perlak merupakan kota Islam, sedangkan dua tempat di dekatnya, yang disebutnya Basma dan Samara bukanlah kota Islam. Di Perlak (Peureula) ia menjumpai penduduk yang memeluk Islam, dan juga banyak pedagang Islam dari India yang giat menyebarkan Islam.

4. Ibn Batutah seorang musafir dari Maroko, dalam perjalanannya ke dan dari India pada tahun 1345 dan 1346, singgah di Samudera. Di sini ia mendapati bahwa penguasanya adalah seorang pengikut ma hab Syafi i. Hal ini menegaskan bahwa keberadaan ma hab ini sudah berlangsung sejak lama, yang kelak akan mendominasi Indonesia, walaupun ada kemungkinan bahwa ketiga ma hab Sunni lainnya (Hanafi, Maliki, dan Hambali) juga sudah ada pada masa-masa awal berkembangnya Islam.


Bukti-bukti fisik atau artefak yang menunjukkan awal Islamisasi di Indonesia yaitu antara lain:
1. Batu nisan bertuliskan huruf Arab ditemukan di Leran, Gresik. Batu nisan ini memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M).

2. Di Sumatra (di pantai timur laut Aceh utara) ditemukan batu nisan Sultan Malik al-saleh yang berangka tahun 696 Hijriah (1297 M).

3. Serangkaian batu nisan yang sangat penting ditemukan di kuburan-kuburan di Jawa Timur, yaitu di Trowulan dan Troloyo, dekat situs istana Majapahit. Batu nisan itu menunjukkan makam-makam orang muslim, namun lebih banyak menggunakan angka tahun Saka India dengan angka Jawa Kuno daripada tahun Hijriah dan angka Arab. Batu nisan yang pertama ditemukan di Trowulan memuat angka tahun 1290 Saka (1368-1369 M). Di Troloyo ada batu-batu nisan yang berangka tahun antara 1298 1533 Saka (1376 1611 M). Batu-batu nisan ini memuat ayat-ayat Al-Qur an.

4. Sebuah batu nisan muslim kuno yang bertarikh 822 H (1419 M) ditemukan di Gresik (Jawa Timur). Batu nisan ini menjadi tanda makam Syekh Maulana Malik Ibrahim. Bentuk batu nisan makam Maulana Malik Ibrahim (822 H/1419M), di Gresik Jawa Timur, memiliki kesamaan dengan bentuk batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat India. Diperkirakan batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat ke Wilayah Nusantara yang beriringan dengan penyebaran Islam.

Berdasarkan penemuan bukti-bukti awal proses Islamisasi di Indonesia, dapat ditarik kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
1) Islam pertama kali masuk ke Indonesia abad pertama Hijriah atau sekitar abad ke-7 dan ke-8 M, dibawa oleh para pedagang Arab yang telah memiliki hubungan dagang dengan pedagang-pedagang di pesisir pantai Sumatra.
2) Islam mengalami perkembangan pada abad ke-13/14 M, setelah para pedagang Gujarat secara intensif melakukan proses penyebaran Islam seiring dengan kegiatan perdagangan mereka.
3) Islam datang ke Indonesia ada yang dari Arab langsung dan ada pula melalui Gujarat, India.


Selanjutnya berdasarkan hasil Seminar Nasional mengenai sejarah masuknya Islam ke Indonesia, yang berlangsung di Medan tahun 1963, memberikan kesimpulan sebagai berikut.
1. Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah (651 M).
2. Masuknya Islam ke Indonesia pertama kali adalah di pesisir pantai Sumatra, dan setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka raja-raja Islam yang pertama berada di Aceh.
3. Mubalig-mubalig Islam yang pertama selain sebagai penyiar Islam merangkap juga sebagai saudagar. Dalam proses pengislaman selanjutnya, orangorang Indonesia ikut aktif mengambil bagian.
4. Masuknya Islam ke Indonesia dilakukan dengan cara damai.
5. Kedatangan Islam di Indonesia membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.

Buatkan daftar bukti awal kedatangan Islam di Indonesia!
Letak geografis wilayah Indonesia yang sangat strategis merupakan salah satu faktor penting masuknya pengaruh Islam di Indonesia. Ada dua hal pokok yang menjadi pertanyaan tentang proses Islamisasi yaitu, pertama dari mana asalnya Islam dan kedua kapan Islam itu masuk ke Indonesia. Untuk menjawab kedua pertanyaan pokok tersebut banyak sekali pendapat tentang proses Islamisasi di Indonesia.

Secara garis besar ada yang berpendapat bahwa Islam yang datang dari Indonesia berasal dari Arab langsung dan ada pula yang berpendapat bukan dari Arab. Mengenai kapan Islam itu datang, ada yang mengatakan pada abad ke-7 M dan ada pula yang mengatakan pada abad ke-13 M.

Penyebaran Islam dilakukan melalui berbagai cara, yaitu melalui perdagangan, pendidikan, pernikahan, dan pendekatan budaya.

Batu Nisan : batu yang ada pada kuburan atau makam yang biasanya mencantumkan nama orang yang meninggal tersebut serta kapan dia lahir dan meninggal.

Gerebeg Maulud : suatu perayaan untuk mengenang kelahiran Nabi Muhammad saw. yang dilaksanakan di Kerajaan Mataram Islam.

Ilmu fiqih : ilmu yang mempelajari tata cara hukum melaksanakan ibadah.
Ilmu Ushuludin : ilmu yang mempelajari tentang ketauhidan Allah.
Islamisasi : proses penyebaran Islam
Mo Limo : ajaran Sunan Ampel yang terkenal adalah falsafah Mo artinya ora gelem (tidak mau) dan Limo artinya perkara yang lima, Jadi ada lima hal yang dilarang yaitu dilarang berjudi, mabuk, menghisap madat, mencuri, dan ber ina.
Sakral : suci.
Tasawuf : suatu aliran atau ajaran dalam Islam yang lebih menekankan pada perilaku hati dengan mencari kecintaan kepada Allah.
Walisongo : nama sekelompok penyebar Islam di Jawa yang berjumlah sembilan orang.

Label:

PENYEBAR ISLAM DI INDONESIA

Faktor yang paling penting dalam melaksanakan Islamisasi di Indonesia adalah melalui perdagangan, seperti dikemukakan oleh Wolters bahwa Indonesia merupakan tempat yang sangat strategis sebagai tempat persinggahan dari bangsa-bangsa sebelah barat seperti Persia, Arab, dan India yang hendak menuju ke timur, yaitu ke Indonesia, Cina, dan Jepang. Selain golongan pedagang, peranan para wali juga sangat penting dalam proses penyebaran tersebut. Snouck bahkan berpendapat bahwa peranan para ustad dan sultan sangat besar untuk memperkenalkan Islam di Indonesia. Mereka berasal dari Arab dan mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad saw. dengan memakai gelar Sayyid Syarif yang menjalankan dakwah dengan motif keagamaan.

Di Pulau Jawa, proses Islamisasi memiliki satu kekhasan. Islamisasi di Jawa dilakukan oleh sekelompok mubalig Islam yang dikenal dengan sebutan walisongo. Wali arti harfiahnya adalah orang yang dekat dengan Allah, sedangkan songo menunjukkan jumlah yaitu sembilan. Jadi walisongo artinya sembilan orang wali. Ada pula yang mengartikan songo itu bukan angka sembilan dalam pengertian jumlah, tetapi menunjukkan bahwa sembilan itu (songo) menunjukkan angka yang sakral atau suci. Jadi walisongo bisa diartikan pula dengan orangorang
(wali) yang disucikan, karena jumlah wali itu lebih dari sembilan. Walisongo sangat dihormati serta dimuliakan oleh orang-orang, terutama di pulau Jawa, bahkan para walisongo itu diberi gelar Sunan atau Susuhunan artinya yang dijunjung tinggi atau gelar yang tinggi dan mulia.

Cara yang dilakukan oleh walisongo dalam menyebarkan agama Islam sangat menarik. Mereka menggunakan metode-metode yang memudahkan ajaran Islam diterima oleh masyarakat luas dari berbagai golongan. Mereka menggunakan pendekatan kebudayaan untuk memperkenalkan Islam kepada masyarakat. Para wali itu, antara lain sebagai berikut.
a. Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim, sering pula disebut Maulana Maghribi, dan ada juga orang menyebutnya dengan sebutan Kakek Bantal. Maulana Malik Ibrahim adalah orang pertama menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Dari beberapa sumber, ada yang menyebutkan ia berasal dari Persia, ada juga yang menyebutkan dari Turki, Arab, dan riwayat lain menyebutkan ia berasal dari Gujarat. Tetapi pendapat yang lebih kuat ia berasal dari tanah Arab, tepatnya Maroko.

Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa (Kamboja). Ia menikahi putri Campa dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwahnya di negeri itu, pada tahun 1329 M, ia hijrah ke Pulau Jawa. Daerah pertama yang dituju adalah Desa Sembalo (sekarang daerah Leran Kecamatan Manyar, 9 kilometer dari utara kota Gresik), daerah yang masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Meskipun ia bukan orang Jawa, namanya terkenal di kalangan masyarakat Jawa, sebab ia yang menjadi pelopor penyebaran Islam di Jawa dengan pusat kegiatannya di Gresik, dekat Surabaya. Dalam proses dakwahnya kepada masyarakat, ia melakukannya dengan penuh hati-hati, bijaksana, dan mengadakan pendekatan personal pada masyarakat Jawa.

Kepercayaan sebelumnya yang dipegang oleh masyarakat tidak ditentang begitu saja. Ia memperkenalkan budi pekerti yang diajarkan Islam dengan tutur kata yang sopan, lemah lembut sehingga banyak penduduk Jawa yang tertarik memeluk agama Islam. Maulana Malik Ibrahim wafat pada tanggal 12 Rabiul Awal 822 Hijriah atau 9 April 1419 M dan dimakamkan di Gresik.

b. Sunan Ampel
Sunan Ampel nama aslinya Raden Rahmat, seorang kemenakan dari Raja Majapahit Kertawijaya. Menurut cerita rakyat, ia berasal dari Campa. Mengenai Campa ini ada dua pendapat, pertama Champa di Indochina, kedua Jeumpa di Aceh. Disebutkan ia adalah anak dari Raja Cempa Ibrahim Asmarakandi (Maulana Malik Ibrahim) yang diutus ke Majapahit dan oleh Raja Majapahit diperkenankan tinggal dan menetap di Ampeldenta (Surabaya).

Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke Pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama adiknya, Sayid Ali Murtadha. Tetapi sebelum sampai ke Jawa, ia singgah dahulu di Palembang, kemudian berlabuh di daerah Gresik, dilanjutkan ke Majapahit untuk menemui bibinya yang bernama Dwarawati, seorang putri Campa yang dipersunting Raja Majapahit yang
bergelar Prabu Sri Kertawijaya.

Pada tahun 1450, Raden Rahmat menikah dengan Nyi Ageng Manila, putri Bupati Tuban yang sudah memeluk agama Islam. Selanjutnya Raden Rahmat menetap di daerah Ampeldenta pemberian dari Raja Majapahit. Di sana Raden Rahmat mendirikan masjid dan membuka pondok pesantren, sehingga ia dikenal dengan Sunan Ampel. Sesuai dengan tugasnya, ia adalah guru yang mengajarkan budi pekerti kepada para adipati, pembesar keraton, dan bagi masyarakat yang ingin belajar tentang keislaman. Pada pertengahan abad ke-15, pesantren tersebut menjadi pusat pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara.

Ajaran Sunan Ampel yang terkenal adalah falsafah Mo Limo, Mo artinya ora gelem (tidak mau) dan Limo artinya perkara lima. Jadi maksud Mo Limo ialah tidak mau melakukan perkara lima yang terlarang, yaitu :
1) Emoh main (tidak mau judi)
2) Emoh ngumbih (tidak mau minum-minuman yang memabukkan)
3) Emoh madat (tidak mau minum atau menghisap candu atau ganja)
4) Emoh maling (tidak mau mencuri)
5) Emoh madon (tidak mau ber ina)

Keberhasilah Sunan Ampel lainnya ialah melahirkan tokoh wali lainnya seperti Sunan Giri, Sunan Kalijaga, dan putranya sendiri yang bernama Sunan Derajat dan Sunan Bonang. Keberhasilan yang lain, Sunan Ampel menjadi perencana Kerajaan Demak. Dialah yang melantik
Raden Patah sebagai Sultan Demak yang pertama tahun 1403 Saka (1481 M). Pada tahun 900
Hijriyah (1494 M), Sunan Ampel wafat. Jena ahnya dimakamkan di Ampeldenta, Surabaya.

c. Sunan Bonang
Sunan Bonang atau Makhdum Ibrahim lahir pada tahun 1450 M. Ia adalah putra Sunan Ampel dari istrinya yang bernama Nyi Ageng Manila, putri seorang adipati di Tuban. Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampeldenta. Setelah cukup dewasa, ia berkelana dan kemudian menetap di Bonang (sebuah desa kecil di Lasem, Jawa Timur). Di tempat itulah Sunan Bonang mempunyai tempat kegiatan dakwahnya yaitu di daerah Bonang, dekat Tuban. Di sana ia mendirikan pesantren yang sekarang dikenal dengan sebutan Watu Layar. Dari pondok pesantren itu, ia mengajar dan mengembangkan agama Islam.

Dari pesantrennya di Bonang (Tuban), agama Islam disebarkan ke daerah pantai, mulai Rembang sampai Surabaya. Dari hasil survei di lapangan, ternyata rakyat Tuban mayoritas menyukai lagu-lagu gending gamelan. Untuk itu dalam melaksanakan dakwah kepada masyarakat, ia menggunakan kesenian rakyat yang disebut bonang. Ia menabuh bonang diiringi dengan lagu-lagu berupa pantun yang bernapaskan keagamaan. Sunan Bonang berhasil menggubah lagu gending sekaten dan tembang mocopat yang sampai sekarang tembang itu populer di kalangan masyarakat Jawa.

Tidak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fiqih, ajaran Sunan Bonang berusaha memadukan ajaran ahlusunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fiqih, usuluddin, tasawuf, seni, sastra, dan arsitektur. Ajarannya berintikan pada filsafat isyq (cinta). Menurut Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan, dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikan secara populer melalui media kesenian. Pada tahun 1525 M, Sunan Bonang wafat dan dimakamkan di daerah Tuban.

d. Sunan Derajat
Sunan Derajat nama sebenarnya adalah Masih Munat, putra dari Sunan Ampel, saudara dari Sunan Bonang. Dalam melakukan kegiatan dakwahnya, ia mengambil cara ayahnya, terutama dalam mengajarkan tauhid dan akidah, yaitu secara langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Walaupun demikian, cara penyampaiannya menggunakan alat kesenian dengan menabuh seperangkat gamelan, sebagaimana dilakukan oleh Sunan Muria. Sunan Derajat mengubah sejumlah suluk, di antaranya suluk petuah. Ia juga menciptakan lagu gending pangkur yang sampai sekarang lagu itu masih banyak digemari oleh masyarakat Jawa. Pusat kegiatan dakwahnya di daerah Sedayu, Jawa Timur.

Sunan Derajat dikenal dengan kegiatan sosialnya. Ia dikenal sebagai seorang yang bersahaja yang suka menolong sesama. Dialah wali yang memelopori penyantunan anak-anak yatim, fakir miskin, dan orang sakit. Sunan Derajat wafat pada pertengahan abad ke-15 dan dimakamkan
di Sedayu, Gresik (Jawa Timur).

e. Sunan Giri
Sunan Giri atau Raden Paku. Ia adalah putra dari Maulana Ishak dari Blambangan, yang juga sahabat Sunan Ampel. Raden Paku bersahabat dengan Makhdum Ibrahim, dan keduanya oleh Sunan Ampel disuruh pergi haji ke Mekkah sambil menuntut ilmu. Keduanya juga pernah menimba ilmu di Pasai (Aceh). Dengan bantuan masyarakat Gresik, Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri. Atas ketekunan dan kesungguhannya, pesantren itu bukan hanya sebagai tempat pendidikan dalam artian sempit, tetapi juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Dalam waktu tiga tahun, pesantren Giri sudah terkenal ke seluruh Nusantara, sehingga banyak murid-muridnya yang datang dari Madura, Kalimantan, Makassar, Lombok, dan seluruh Jawa. Raja Majapahit sendiri memberi keleluasaan kepadanya untuk mengatur pemerintahan karena khawatir ia melakukan pemberontakan. Kemudian pesantren itu pun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton.

Ketika Raden Fatah lepas dari pengaruh kekuasaan Majapahit, Sunan Giri diangkat menjadi penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Banyak mubalig dari pesantren Giri yang dikirim ke Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku. Sunan Giri dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fiqih. Orang pun menyebutnya Sultan Abdul Fakih. Ia juga pencipta karya seni yang luar biasa. Gending Pucung yang bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam adalah salah satu karya Sunan Giri. Sunan Giri wafat pada tahun 1600 M dan dimakamkan di atas Bukit Giri, dekat Gresik.

f. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga atau Raden Jaka Said. Ia adalah putra seorang Adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta. Sejak kecil, dalam diri Raden Jaka Said sudah tampak jiwa luhur yang ditandai dengan selalu taat kepada agama dan berbakti kepada orang tua, serta mempunyai sikap welas asih kepada semua orang. Ia menjadi murid Sunan Bonang, kemudian menikah dengan putri Maulana Ishak. Berbeda dengan para wali lain, Sunan Kalijaga menjadi mubalig keliling dan tidak mempunyai pusat dakwah yang tetap.

Dalam melaksanakan dakwahnya, Sunan Kalijaga menggunakan kesenian wayang kulit yang sangat digemari masyarakat sejak aman Hindu. Kisah Mahabharata yang melandasi cerita wayang disesuaikan agar tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Penggunaan wayang sebagai alat dakwah ini ternyata memberi kemudahan dalam meluaskan penyebaran Islam ke masyarakat. Sunan Kalijaga sebagai Mubalig yang ahli seni, ahli filsafat, dan kebudayaan memiliki beberapa karya seni hasil ciptaannya antara lain orang pertama yang merancang baju takwa, menciptakan lagu Dandang Gula dan Semarangan, menciptakan seni ukir bermotif dedaunan, menciptakan bedug di masjid, memprakarsai Gerebeg Maulud, menciptakan Gong Sekaten, dan membuat kreasi baru wayang menjadi karikatur, digambar dan diukir pada kulit binatang. Pada pertengahan abad ke-15, Sunan Kalijaga wafat dan di makamkan di daerah Kadilangu, dekat Demak.

g. Sunan Kudus
Sunan Kudus atau Jafar Sadiq. Ia adalah salah seorang panglima tentara Demak. Kemudian ia mengembara ke Tanah Suci, Mekkah untuk memperdalam agama Islam. Sekembali dari Mekkah, ia mendirikan pusat keagamaan yang diberi nama Kudus, diambil dari nama al-quds (Palestina), sehingga ia lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus. Sunan Kudus merupakan banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara dakwahnya pun meniru Sunan Kalijaga yaitu toleran pada budaya setempat. Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu-Buddha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus.

Sunan Kudus seorang yang ahli dalam bidang tauhid, hadis, fiqih dan lainnya. Ia juga terkenal sebagai pujangga yang mengarang cerita pendek yang berfalsafah dan bernapaskan keagamaan. Semasa hidupnya, ia mengajarkan agama Islam di sekitar pesisir utara Jawa Tengah di daerah Kudus. Selain sebagai seorang wali, Sunan Kudus juga menjabat sebagai Senopati Demak. Peninggalan yang termasyhur adalah Masjid Kudus. Menaranya berbentuk candi, dan sering disebut Masjid Menara. Pada mihrab masjid ini tercantum tahun peresmian masjid, yaitu 956 Hijriah (1549 M). Dalam bidang kesenian ia dikenal sebagai pencipta Gending Asmarandana. Pada tahun 1550, Sunan Kudus wafat dan dimakamkan di daerah Kudus, Jawa Tengah.

h. Sunan Muria
Sunan Muria atau Raden Prawoto atau Raden Umar Said, adalah putra Sunan Kalijaga dari istrinya yang bernama Dewi Sorah. Dewi Sorah adalah adik kandung Sunan Giri. Gaya berdakwah Sunan Muria seperti ayahnya, Sunan Kalijaga. Tetapi ia lebih menyukai tinggal di daerah terpencil, jauh dari kota. Pusat kegiatannya di lereng Gunung Muria (Jawa Tengah). Ia banyak bergaul dengan rakyat jelata. Sambil bercocok tanam, berladang, dan berdagang, ia mengajarkan agama Islam. Selain itu, Sunan Muria berdakwah dengan menggunakan media kesenian rakyat yaitu berupa gamelan. Ia menciptakan gending sinom dan kinanti.

Sunan Muria sering berperan juga di Kesultanan Demak sebagai penengah dalam konflik istana. Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapa pun rumitnya. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Beliau wafat pada tahun 1560 M dan dimakamkan di atas Gunung Muria.

i. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati karena pusat kegiatan dakwahnya berada di daerah Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Pada tahun 1570 M, Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan di Gunung Jati, Cirebon. Setelah Walisongo, proses penyebaran agama Islam diteruskan oleh para ulama yang peranannya sama dengan para wali. Para ulama itu tersebar di berbagai pelosok tanah air, antara lain sebagai berikut.
1) Tokoh ulama dari Jawa
a) Syekh Bentong dengan daerah dakwah di Gunung Lawu
b) Sunan Bayat yang banyak menyebarkan Islam di daerah Klaten dan sekitarnya
c) Syekh Majagung, Sunan Prapen, dan Sunan Sendang yang berperan dalam pendidikan pondok pesantren di daerah Jawa

2) Tokoh ulama dari luar Jawa
a) Datuk Ri Bandang yang menyebarkan agama Islam di daerah Makassar
b) Datuk Sulaeman yang menyebarkan agama Islam di daerah Sulawesi
c) Tuan Tunggang Parangang dan Penghulu Demak yang menyebarkan Islam di Kalimantan.

Bila kita kaji kembali mengenai dari mana sesungguhnya asal Islam itu masuk ke Indonesia, apakah dari Arab langsung, Persia Iran, India, atau Cina. Coba cari perbendaharaan kata yang bernuansa Islam atau ciri-ciri lain sehingga dapat diketahui dari mana Islam itu berasal. Untuk membahas tugas ini, kalian dapat berdiskusi dengan teman sekelompokmu, atau meminta bantuan pada guru agama kalian.


SOAL LATIHAN BAB 3

I. Pilihan Ganda
Pilihlah salah satu jawaban yang kamu anggap paling benar!
1. Para sejarawan berpendapat bahwa masuknya pengaruh Islam ke Indonesia terjadi akibat proses ....
a. penaklukkan
b. birokrasi
c. perdagangan
d. pertukaran budaya
e. perkembangan ilmu pengetahuan
2. Pola budaya yang terjadi dalam proses masuknya pengaruh Islam ke Indonesia terjadi secara ....
a. akulturasi d. imitasi
b. asosiasi e. sinkretisme
c. adaptasi
3. Di bawah ini adalah para sejarawan yang berpendapat bahwa masuknya pengaruh Islam ke Indonesia terjadi pada abad ke-13, kecuali ....
a. Hamka d. Pijnappel
b. Mouquette e. Snouck Hurgronje
c. Morison
4. Sejarawan yang berpendapat bahwa masuknya agama Islam ke Indonesia terjadi pada abad ke-7 menunjuk daerah asal pengaruh Islam di Indonesia, yaitu dari daerah ....
a. Arab d. India
b. Cina e. Persia
c. Gujarat
5. Di bawah ini adalah daerah-daerah yang disebut oleh para sejarawan sebagai daerah asal pengaruh masuknya agama Islam di Indonesia, yaitu ....
a. Gujarat, Cina, dan Persia
b. Arab, Cina, dan India
c. Arab, Gujarat, dan Persia
d. Persia, India, dan Cina
e. Gujarat, Arab, dan Cina
6. Walisongo ialah sebutan bagi sembilan wali yang merupakan tokoh penyebar agama Islam di pulau ....
a. Bali d. Sulawesi
b. Jawa e. Sumatra
c. Kalimantan
7. Salah seorang anggota Walisongo yang memanfaatkan kesenian yang telah berkembang di masyarakat sebagai media penyebaran Islam, yaitu ....
a. Sunan Ampel d. Sunan Kalijaga
b. Sunan Bonang e. Sunan Kudus
c. Sunan Muria
8. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa masuknya pengaruh Islam sebagai akibat proses perdagangan internasional. Hal ini ditunjukkan oleh letak kerajaan-kerajaan Islam yang ada di daerah ....
a. Muara Sungai d. Pesisir pantai
b. Pegunungan e. Tepi danau
c. Daratan
9. Bukti yang menunjukkan awal terjadinya proses Islamisasi di Indonesia dapat kita lihat dari berita-berita asing berikut ini, kecuali....
a. Hikayat Dinasti Tang d. Berita Ibn Batuta
b. Berita Marcopolo e. Kitab Aja ib Al Hind
c. Berita I-Tsing
10. Naskah Sastra Gending ditulis oleh ....
a. Ham ah Fansuri
b. Sultan Agung
c. Sultan Ageng Tirtayasa
d. Syekh Yusuf
e. Sultan Iskandar Muda
11. Bentuk batu nisan makam Maulana Malik Ibrahim memiliki kemiripan dengan bentuk batu nisan yang berasal dari ....
a. Mekkah d. Cina
b. Gujarat e. Medinah
c. Persia
12. Satu-satunya anggota Walisongo yang hidup dan menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat adalah ....
a. Sunan Muria d. Sunan Kalijaga
b. Sunan Bonang e. Sunan Gunung Jati
c. Sunan Ampel
13. Dato ri Bandang merupakan salah seorang tokoh ulama yang menyebarkan agama Islam di daerah ....
a. Aceh d. Makassar
b. Jawa Tengah e. Minahasa
c. Minangkabau
14. Bustan as-Salatin merupakan salah satu karya yang ditulis oleh ....
a. Nurrudin ar-Raniri
b. Ham ah Fansuri
c. Abdurrauf as-Singkel
d. Dato ri Bandang
e. Sultan Iskandar Muda
15. Salah satu kesimpulan dari hasil Seminar Nasional mengenai sejarah masuknya Islam ke Indonesia, yang berlangsung di Medan tahun 1963 adalah .
a. masuknya pengaruh agama Islam terjadi pada abad ke-7
b. masuknya pengaruh agama Islam terjadi pada abad ke-13
c. daerah pengaruh agama Islam di Indonesia berasal dari Cina
d. Walisongo adalah para ulama yang berasal dari Arab
e. Kerajaan Islam yang pertama terdapat di pulau Jawa

II. Soal Uraian
Jawablah pertanyaan di bawah ini secara singkat dan jelas!
1. Buatlah deskripsi singkat yang menjelaskan kondisi sosial-budaya masyarakat
Indonesia sebelum masuknya pengaruh agama Islam di Indonesia!
2. Analisis kekuatan dan kelemahan teori yang menyebutkan bahwa pengaruh
Islam masuk pada abad ke-13!
3. Analisis kekuatan dan kelemahan teori yang menyebutkan bahwa pengaruh
Islam masuk pada abad ke-7?
4. Buatlah analisis hubungan proses masuknya agama Islam di Indonesia
dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai!
5. Bagaimana cara Walisongo dalam menyebarkan agama Islam kepada masyarakat setempat?

Label:

Jumat, 29 Oktober 2010

PENDAPAT TENTANG PROSES AWAL PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

Proses Islamisasi yang terjadi di Indonesia beriringan dengan proses perdagangan yang terjadi antara bangsa Indonesia dengan bangsa asing. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa secara geografis, Indonesia merupakan sebuah wilayah kepulauan yang terbuka bagi terjadinya interaksi perdagangan. Salah satu dampak dari interaksi tersebut adalah masuknya Islam ke Indonesia. Hal-hal yang menjadi pertanyaan mengenai proses islamisasi tersebut ialah dari manakah asalnya bangsa Indonesia menerima Islam, dan kapan Islam itu datang? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, lahirlah beberapa pendapat atau teori tentang islamisasi di Indonesia.

Berita-berita dari bangsa asing menunjukkan bahwa para pedagang Islam diperkirakan pertama kali datang ke Indonesia pada abad ke-7 M, yaitu ketika berkuasanya Kerajaan Sriwijaya. Pada saat itu, di pusat Kerajaan Sriwijaya telah dijumpai perkampungan-perkampungan pedagang Arab. Menurut berita Ibn Hordadzbeth (844-848 M), pedagang Sulaiman (902 M), Ibn Rosteh (903 M), Abu Yazid (916 M), dan ahli geografi Mas’udi (955 M), Kerajaan Sriwijaya (Sribu a) berada di bawah kekuasaan Raja Zabag yang kaya dan menguasai jalur perdagangan dengan Kerajaan Oman. Dari Sribu a, para pedagang Arab memperoleh kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, kayu hitam, kayu sapan, dan rempah-rempah (cengkeh, lada, pala dan merica). Pedagang-pedagang Gujarat dari India yang datang ke Indonesia bukan hanya untuk berdagang, tetapi juga untuk menyebarkan agama yang mereka anut. Di samping itu, para saudagar yang datang dari Persia juga ikut menyebarkan agama Islam di Indonesia.

Teknologi pelayaran pada masa itu tidak secanggih sekarang, pelayaran pada masa lalu sangat tergantung pada angin musim yang membantu kapal mereka bergerak sesuai tujuan. Selama beberapa bulan, para pedagang dari berbagai bangsa tinggal di Malaka dan mereka harus menunggu angin musim yang baik untuk kembali ke tanah air mereka. Selama masa tunggu itu, mereka bergaul dengan penduduk setempat. Kesempatan itu digunakan oleh para pedagang dari Arab, Gujarat, dan Persia untuk menyebarkan agama Islam. Penyebaran agama Islam di Indonesia terjadi secara berangsur-angsur selama beberapa abad lamanya. Waktu masuknya agama Islam ke Indonesia di tiap-tiap daerah tidak sama. Namun demikian, masuknya agama Islam pertama kali adalah di Pulau Sumatra, ketika Kerajaan Sriwijaya berkuasa.

Jalur utama penyebaran Islam di Indonesia adalah melalui perdagangan. Jalur lainnya adalah melalui perkawinan, pendidikan, jalur dakwah, dan jalur kesenian. Jalur perkawinan dilakukan oleh para pedagang Islam yang biasanya tinggal di kota-kota pantai dan membentuk perkampungan-perkampungan untuk menunggu angin musim. Pada saat inilah, para pedagang tersebut menikahi para wanita pribumi. Para wanita tersebut kemudian memeluk agama Islam.

Ada beberapa pendapat atau teori tentang proses Islamisasi di Indonesia.

Menurut Ricklefs, ada kemungkinan berlangsungnya melalui dua proses.
Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam dan kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing (Arab, India, Persia, dan lain-lain) yang telah memeluk agama Islam bertempat tinggal secara tetap di suatu wilayah Indonesia, melakukan perkawinan campuran, dan mengikuti gaya hidup lokal, sehingga mereka sudah menjadi orang Jawa atau Melayu atau anggota suku lainnya. Kedua proses ini mungkin telah sering terjadi bersamaan.

Pendapat-pendapat mengenai proses Islamisasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Awal kedatangan Islam di Indonesia
Para sejarawan Indonesia berpendapat bahwa proses Islamisasi di Indonesia sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi. Seorang ilmuwan Belanda yang bernama Mouquette menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-13-14 Masehi. Penentuan waktu itu berdasarkan tulisan pada batu nisan yang ditemukan di Pasai. Batu nisan itu berangka tahun 17 Djulhijah 831 atau 21 September 1428 M dan identik dengan batu nisan yang ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim (822 H atau 1419 M) di Gresik, Jawa Timur. Morisson mendukung pendapat Moguetta yang berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13, berdasarkan batu nisan Malik al-Saleh, seorang raja Samudera Pasai yang berangka tahun 698 H atau 1297 M. Petunjuk pertama mengenai orang-orang Indonesia yang beragama Islam datang dari tulisan Marcopolo yang singgah di Sumatra dalam perjalanan pulangnya dari Cina pada tahun 1292, dia berpendapat bahwa Perlak merupakan sebuah kota Islam.

2. Tempat asal para pembawa Islam di Indonesia
Ada beberapa pendapat mengenai tempat asal para pembawa Islam ke Indonesia. Snouck Hurgronje berpendapat bahwa para penyebar Islam di Gujarat pada abad ke-13 telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia daripada dengan orang Arab. Pendapat ini diperkuat oleh Mouquette yang melihat kesamaan batu nisan Malik al-Saleh dengan batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat. Selain itu, di kedua tempat ini sama-sama menganut ma hab Syafi i. Berdasarkan ma hab yang banyak dianut oleh orang Islam di Indonesia, Pijnappel berpendapat bahwa para pembawa Islam di Indonesia berasal dari Gujarat dan Malabar, dengan alasan bahwa orang Arab yang berma hab Syafi i bermigrasi dan menetap ke suatu daerah yaitu Gujarat. Kemudian dari daerah inilah Islam masuk ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Pendapat Mouquette dibantah oleh Fattini yang berpendapat bahwa gaya batu nisan Malik al-Saleh memiliki corak yang berbeda dengan batu nisan di Gujarat. Batu nisan Malik al-Saleh lebih mirip dengan batu nisan yang ada di Bengala. Dengan demikian, Fattini menyimpulkan bahwa tempat asal para penyebar Islam di Indonesia adalah dari Bengala yang kini lebih dikenal dengan sebutan Bangladesh. Sementara itu Morrison dan Arnold mengatakan bahwa Islam di Indonesia dibawa oleh orang-orang Coromandel dan Malabar.

Pendapat lain mengatakan bahwa Islam berasal langsung dari Mekkah, Arab, sebagaimana dikemukakan oleh Crawford. Pendapat Crawford didukung oleh sejarawan Indonesia, seperti Hamka yang berpendapat bahwa Islam yang masuk ke Indonesia itu langsung dari Arab. Tetapi Husein Djajadiningrat lebih berpendapat bahwa Islam di Indonesia berasal dari Parsi atau Persia. Ia lebih menitikberatkan pada kesamaan kebudayaan dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Persia dan Indonesia, seperti tradisi perayaan 10 Muharam dan pengaruh bahasa yang banyak dipakai di Indonesia. Kata bang, abdas, dan mesigit adalah istilah yang ada dalam bahasa Persia. Juga dalam mengeja huruf vocal Al-Quran digunakan istilah-istilah Persia, yaitu jabar (a), jeer (i), dan pe es (u), padahal bahasa Arabnya fathah (a), kasrah (i), dan Dhammah (u).


Label:

BAB III PENGARUH ISLAM (PENGANTAR)

Setelah mempelajari bab ini, kamu diharapkan mampu:
• menjelaskan kondisi awal Indonesia sebelum kedatangan Islam;
• menjelaskan pendapat-pendapat tentang masuknya Islam di Indonesia;
• menyebutkan tokoh-tokoh yang melakukan penyebaran Islam di Indonesia;
• menunjukkan bukti-bukti adanya penyebaran Islam di Indonesia.
(Sumber: Ensiklopedi Islam Seri 5, halaman 174)


Munculnya agama Islam di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh persentuhan kebudayaan antara daerah Nusantara dengan negara yang membawa pengaruh Islam. Persentuhan kebudayaan ini terjadi sebagai salah satu akibat dari hubungan yang dilakukan antara orang-orang Islam dengan orang-orang yang ada di Nusantara. Sebab, daerah Nusantara merupakan jalur perdagangan strategis yang menghubungkan antara dua negara, yaitu Laut Tengah dan Cina. Hubungan perdagangan yang semakin lama semakin intensif menimbulkan pengaruh terhadap masuknya pengaruh-pengaruh kebudayaan Arab, Parsi, India, dan Cina di Nusantara. Dengan kata lain, terjadilah proses akulturasi antara kebudayaan negara-negara itu dengan kebudayaan Nusantara.

A. NUSANTARA SEBELUM KEDATANGAN ISLAM
Proses islamisasi yang terjadi di Indonesia sangat ditentukan oleh kondisi sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang ada sebelumnya.

Secara geografis wilayah Nusantara memiliki arti yang sangat penting bagi masuknya unsurunsur dari luar, karena menjadi jalur lalu lintas perdagangan internasional. Dengan terbukanya wilayah Nusantara memungkinkan masyarakatnya untuk berinteraksi dengan bangsa lain.
1. Kondisi sosial budaya
Sebelum ditemukannya mesin yang menggerakkan kapal laut, pelayaran kapal-kapal lebih ditentukan oleh arus angin. Sistem angin di kepulauan Nusantara yang dikenal sebagai angin musim (angin muson), memberikan kemungkinan pengembangan jalan pelayaran Barat-Timur pulang balik secara teratur dan berpola tetap. Musim barat dan musim timur sangat menentukan munculnya kota-kota pelabuhan serta pusat-pusat kerajaan sejak aman Sriwijaya sampai akhir Majapahit.

Kehidupan di kota pelabuhan menampakkan suatu kehidupan yang dinamik. Interaksi manusia melalui perdagangan di kota pelabuhan dapat menciptakan unit-unit kehidupan manusia. Interaksi antara unit-unit akan membangun struktur sosial yang dinamik, sehingga akan menampakkan adanya suatu perubahan.

Masyarakat di kota pelabuhan merupakan masyarakat yang urban dan kosmopolit. Terciptalah suatu tatanan masyarakat kota. Interaksi tidak hanya terbatas pada pertukaran barang-barang ekonomi, akan tetapi terjadi pula interaksi budaya antarkelompok masyarakat. Dengan demikian, kehidupan masyarakat di kota pelabuhan akan menciptakan suatu masyarakat yang terbuka.

Dalam masyarakat yang seperti ini, akan memudahkan masuknya unsur budaya dari luar. Apabila unsur budaya itu mampu membangun suatu tatanan kehidupan yang mapan, maka akan menjelma menjadi suatu peradaban.

Sebelum kedatangan Islam di wilayah Nusantara, peradaban yang pernah muncul dan mampu membangun suatu struktur masyarakat yang mapan yaitu Hindu-Buddha. Peradaban Hindu-Buddha sangat berpengaruh pada pembentukan struktur masyarakat di Nusantara. Masyarakat yang dibentuk dalam peradaban ini adalah masyarakat yang memiliki struktur hierarkis. Dalam masyarakat seperti ini, terdapat lapisan-lapisan sosial yang sangat ketat. Masyarakat terbagi atas kasta yaitu kasta Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. Hubungan antarkasta ini bersifat vertikal yang sempit, artinya interaksi antarindividu hanya terjadi pada kelompok kastanya sendiri. Sebagai contoh seorang kasta Ksatria tidak bisa menikah dengan seseorang yang berasal dari Kasta Waisya.

Dalam konsepsi Hindu-Buddha, hubungan antara manusia dan jagad raya bagaikan hubungan kesejajaran antara makrokosmos dan mikrokosmos. Manusia adalah mikrokosmos dan jagad raya adalah makrokosmos. Menurut kepercayaan ini, manusia senantiasa berada di bawah pengaruh tenaga-tenaga yang bersumber pada penjuru mata angin, bintang-bintang dan planet-planet. Tenaga-tenaga ini mungkin menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan atau berakibat kehancuran. Terjadinya kesejahteraan atau kehancuran tergantung pada dapat tidaknya individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat terutama sekali negara, berhasil menyelaraskan kehidupan dan kegiatan mereka dengan jagad raya. Keselarasan antara kerajaan dan jagad raya dapat dicapai dengan menyusun kerajaan itu sebagai gambaran sebuah jagad raya dalam bentuk kecil.

Penguasa makrokosmos adalah Dewa, sedangkan penguasa mikrokosmos adalah raja, sehingga lahirlah konsep dewa-raja. Raja adalah wakil dewa di muka bumi. Kedudukan raja dianggap sebagai titisan (inkarnasi) dari dewa atau sebagai keturunan, atau sebagai kedua-duanya, baik sebagai penitisan maupun keturunan dewa.

Raja memiliki kedudukan yang sangat sentral. Hubungan antara raja dengan rakyat membentuk struktur yang patrimonial. Dalam hubungan ini tercipta hubungan kawula dan gusti. Rakyat lebih banyak melakukan kewajibannya.

Pemikiran konsep ini tidak memungkinkan adanya suatu bentuk perjanjian sosial (social contract) atau konsep mengenai kewajiban-kewajiban timbal balik antara atasan dan bawahan.

b. Kondisi politik dan ekonomi
Pada abad ke-7 sampai dengan abad ke-12, Sriwijaya mengalami masa kejayaan, baik dalam bidang politik maupun ekonomi. Kejayaan yang dialami Sriwijaya sangat ditentukan oleh letak dari kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim. Sriwijaya merupakan bagian dari jalur perdagangan internasional.

Sebagai pelabuhan, pusat perdagangan, dan pusat kekuasaan, Sriwijaya menguasai pelayaran dan perdagangan di bagian barat Indonesia. Sebagian dari Semenanjung Malaya, Selat Malaka, Sumatra Utara, Selat Sunda yang kesemuanya masuk lingkungan kekuasaan Sriwijaya. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan dikunjungi oleh pedagang dari Parsi, Arab dan Cina yang
memperdagangkan barang-barang dari negerinya atau negeri yang dilaluinya, sedangkan pedagang Jawa membelinya dan menjual rempah-rempah.

Memasuki abad ke-13, Sriwijaya menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Kekayaan alamnya sudah tidak lagi menghasilkan, kalah dengan hasil kekayaan di Jawa. Untuk menanggulangi ini, Sriwijaya menerapkan bea cukai yang mahal bagi kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhannya, bahkan memaksa agar kapal-kapal asing berlabuh di pelabuhannya. Tindakan Sriwijaya ini ternyata tidak memberikan keuntungan bagi kerajaannya, justru sebaliknya.

Kapal-kapal asing mencoba menghindar untuk berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Sriwijaya. Kemunduran Sriwijaya diperburuk lagi oleh serangan Kerajaan Singhasari dari Jawa melalui ekspedisi Pamalayu. Dengan Pamalayu, supremasi Kerajaan Singhasari dapat diletakkan di bekas daerah pengaruh Sriwijaya di Sumatra.

Setelah Singhasari berkuasa, kemudian muncul Majapahit sebagai kekuatan kerajaan yang memiliki pengaruh yang sangat besar. Kemunculan Majapahit ini semakin memperlemah kedudukan Sriwijaya.

Majapahit pernah tampil sebagai supremasi kekuasaan di wilayah Nusantara, setelah Sriwijaya runtuh. Kejayaan Kerajaan Majapahit dialami pada masa kekuasaan Raja Hayam Wuruk dengan patihnya yang terkenal yaitu Gajah Mada. Dengan Sumpah Palapanya, Gajah Mada melakukan perluasan wilayah. Majapahit kemudian mengalami kemunduran yang lebih banyak disebabkan
oleh adanya konflik internal. Pada tahun 1478, Majapahit mengalami keruntuhannya.

Peradaban Hindu-Buddha sangat berpengaruh pada pembentukan struktur masyarakat di Nusantara. Masyarakat yang Hinduistis merupakan masyarakat dengan struktur yang hierarkis, artinya masyarakat yang mengenal kasta, yaitu kasta Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Hubungan antarkasta ini bersifat vertikal yang sempit, artinya interaksi antar individu hanya terjadi pada kelompok kastanya sendiri.

Label: